Sindrom Alagille termasuk penyakit langka yang terjadi akibat kelainan genetik atau keturunan. Sindrom Alagille mengganggu berbagai organ seperti ginjal, hati dan jantung sehingga gejalanya sangat bervariasi. Sindrom Alagille (SA) terjadi karena gangguan genetik pada kromosom dan dialami oleh 1 dari 70.000 – 100.000 bayi yang lahir hidup. Kelainan turunan tersebut pertama kali ditemukan oleh Daniel Alagille pada tahun 1969 di Perancis.

Muhammad Sayid Hafidz atau akrab disapa Hafidz adalah pasien pertama cangkok hati di RS Pertamedika Sentul City, yang menerima donor hati dari sang ayah Sugeng Kartika. Operasi cangkok hati dilaksanakan pada Senin pagi 24 Pebruari 2014 selama 15 jam, melibatkan 30 anggota tim dokter dari beberapa rumah sakit, dengan supervisi ahli transplantasi dunia Kobe Internasional Frontier Medical Center (KIMCF) Jepang, Prof. Koichi Tanaka. Hafidz harus melakukan transplantasi hati karena menderita Allegile Syndrome Pro-Liver.

Sindrom Alagille Pada Kasus Hafidz

Awalnya Hafidz putera sulung pasangan Sugeng Kartika dan Maria Ulfa itu, divonis mengalami kelainan jantung saat dalam kandungan. Tetapi gejala lain tampak begitu Hafidz lahir. Warna air seni dan kotorannya agak putih. Berbagai upaya pengobatan dilakukan, hingga pada usia 6 bulan baru diketahui menderita Sindrom Alagille.

Pada kasus Hafidz, gangguan genetis terjadi pada organ liver atau hati, atau dikenal dengan istilah Allegile Syndrome Pro-Liver. Gangguan yang dialami, tepatnya berada di saluran penghubung antara hati dengan kantung empedu. Akibatnya, sel darah merah yang dihancurkan hati untuk dikirim ke kantung empedu, tersumbat dan menumpuk di hati. Penumpukan pecahan sel darah merah (bilirubin) pada hati menyebabkan efek gatal, badan kuning, dan kotoran agak putih.

Disebabkan gangguan saluran itu berlangsung cukup lama, akhirnya berdampak pada hati dan organ penting lainnya, seperti jantung dan kelainan tulang. Bilik kanan jantung Hafidz mengalami penyempitan pembuluh darah, dan dikhawatirkan ke ginjal.

Sementara kelainan tulang terjadi karena vitamin A,D,E,K tak terserap pada kantung empedu. Tulang Hafidz rapuh. Kaki kanannya bengkok saat jatuh. Pertumbuhan Hafidz lambat dibandingkan anak seusianya. Ia seperti anak 4 tahun, kalah pertumbuhannya dengan anak seusianya. Karena itu, usai masa pemulihan, tim dokter sudah merencanakan operasi lain, yakni operasi tulang.

Transplantasi Hati Pertama di RS Pertamedika Sentul City

Ketua Tim Transplan Hati RS Pertamedika Sentul City, dr. Kamelia Faisal MARS, mengakui operasi cangkok hati pasien Hafidz ini merupakan tindakan langka dan tergolong operasi besar, karena pasien memiliki kelainan jantung dan telah melakukan 2 kali operasi jantung. Dr. Kamelia menambahkan, operasi ini dilakukan bersama dengan tim dokter dari RS Pertamedika Sentul City, RSUD Soetomo Surabaya, RS Hasan Sadikin Bandung dan Kobe International Frontier Medical Center (KIFMEC) Jepang.

Tim Operasi Liver Trasnplant pun terdiri dari beberapa tenaga ahli medis, yaitu Ahli Cangkok Hati Jepang yang mensupervisi alih teknologi secara langsung yaitu Prof. Koichi Tanaka dan Prof. Azuma Yamada, Ahli Bedah Digestive, Ahli Bedah Anak, Ahli Bedah Vaskuler, Ahli Bedah, Ahli Anastesi dan didukung oleh teknologi perlengkapan medis yang berstandar internasional di RS Pertamedika Sentul City.

“Liver Transplant adalah sebuah prosedur yang sangat rumit dan memiliki resiko yang tidak kecil.” ucap Tanaka. Namun dengan keoptimisannya, operasi cangkok hati yang melibatkan 30 tenaga medis tersebut berhasil dilakukan dengan mempertaruhkan 2 nyawa, yaitu sang pendonor dan penerima donor.

Tanaka dan tim menjalankan operasi dengan ekstra hati-hati. Dari sejumlah tahap operasi yang dijalani, ada satu tahap yang paling menantang bagi tim dokter. Yakni, perbedaan usia pendonor yang dewasa dengan penerima donor yang masih anak-anak. ”Ukuran pembuluh darah orang dewasa dan anak-anak berbeda. Karena itu, kami mesti ekstra hati-hati,” kata dokter berusia 72 tahun itu.

Pembuluh darah menjadi perhatian khusus, karena akan menentukan kelancaran aliran darah ke hati barunya. Menurut dokter yang menangani lebih dari 2.300 operasi cangkok hati di berbagai negara tersebut, selain perbedaan ukuran pembuluh darah, ada pembuluh darah Hafidz yang sangat rapuh. Belum lagi pengaruh penyakit yang lainnya sebagai dampak syndrome alagille pro-liver.

Operasi yang semula diprediksi berpeluang 70 persen sukses itu ternyata berakhir dengan keberhasilan 100 persen. “Kondisi Hafidz saat ini mulai stabil,” terang Direktur Operasional RS Pertamedika Sentul City dr Kamelia Faisal.

Keberhasilan tersebut tidak lepas dari kondisi kesehatan pendonor. Tanaka mengatakan, salah satu poin penting yang menentukan kesuksesan operasi cangkok organ adalah kondisi pendonor. Dokter yang akan melakukan operasi cangkok organ wajib memperhatikan dan menjaga kondisi pendonor. Jika ada gangguan kesehatan pada pendonor, operasi berpotensi gagal. Selain itu perlu kerja sama yang baik antara tim dokter dari berbagai bidang yang terlibat dalam operasi tersebut

Lebih lanjut Prof. Azuma Yamada yang ikut mensupervisi operasi tersebut mengatakan, yang tidak kalah penting adalah proses penyembuhan pasca operasi. Setelah dioperasi, pasien harus berada di ruang ICU untuk perawatan intensif, setidaknya selama seminggu. Masa itu diperlukan untuk menunggu pertumbuhan hati barunya.

“Jika pernapasan dan tekanan darahnya sudah normal, pasien kecil tersebut bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa yang steril. Biasanya, sebulan kemudian dia sudah bisa meninggalkan rumah sakit,” terang Yamada.

Dari pengalaman kasus-kasus sejenis, kata Yamada, pasien cangkok hati harus tetap memelihara kondisinya setiap saat. Dalam kasus Hafidz, dia akan menjalani rawat jalan setiap dua pekan sekali, setidaknya selama enam bulan.

Sedangkan bagi pasien yang mendonorkan hatinya, menurut Yamada tidak ada efek terhadap tubuh si pendonor hanya saja terkadang berefek kepada psikologinya saja karena terkadang ada rasa ketakutan dalam dirinya karena hatinya telah diambil. Namun hidupnya akan normal seperti biasa.

Kesuksesan operasi transplantasi hati yang dilakukan oleh para tim dokter Indonesia yang disupervisi oleh Prof. Tanaka dan Prof. Yamada menjadi catatan baru bagi dunia kesehatan di Indonesia. RS Pertamedika Sentul City, sengaja mendatangkan ahli transplantasi hati nomor satu di dunia, sebagai bagian dari transfer ilmu dan teknologi operasi. Meskipun demikian, transfer ilmu tidak bisa dilakukan secara instan, karena perlu jam terbang dengan berbagai kasus kelainan hati.

Sebulan Setelah Transplantasi Hati

Secara medis, operasi transplantasi hati sudah berhasil, dan fungsi hati berjalan normal. Namun Tuhan berkehendak lain. Operasi transplantasi hati yang dilakukan pada tanggal 24 Februari 2014 dan berakhir pukul 23.45 tersebut, sebulan kemudian pada 24 Maret 2014 pukul 23.45 WIB, Hafidz meninggal dunia.

Menurut Ketua Tim Transplan Hati RS Pertamedika Sentul City, dr. Kamelia Faisal MARS, sesuai apa yang disampaikan dokter yang menjaga Hafidz selama ini, transplantasi telah berhasil dilakukan dengan bukti medis hasil laboratorium, USG, dan sampai akhir hati telah berfungsi dengan baik. Tidak ada pendarahan dan kegagalan fungsi hati, namun ternyata terdapat parasit amoeba hystolitica yang bangkit kembali dan komplikasi ke paru dan menyebabkan Hafidz gagal napas.

 

Hafidz Bocah Penderita Sindrom Alagille – Literasi Kesehatan

Topik: #kesehatan #penyakit