Sejarah Bandara Kemayoran menjadi bandar udara internasional pertama milik Indonesia tidak terlepas saat Soekarno, presiden pertama RI, melakukan kunjungan resmi kenegaraan ke Amerika Serikat di Washington DC, Senin, 24 April 1961 untuk bertemu dengan pemimpin Amerika Serikat, John Fitzgerald Kennedy, yang kala itu, baru memerintah sekitar tiga bulan. Oleh Kennedy, Soekarno disambut dengan luar biasa.

Kunjungan tersebut tentu menyimpan banyak cerita. Namun yang pasti, sekembalinya Soekarno ke Tanah Air, ia membawa banyak inspirasi setelah melihat kemegahan sejumlah lapangan udara di beberapa negara yang disinggahi.

Soekarno mencetuskan keinginannya kepada Menteri Perhubungan Udara kala itu, Kolonel Udara R. Iskandar, dan Menteri Pekerjaan Umum Mayor Jenderal TNI Soeprajogi, agar lapangan terbang di Indonesia dapat setara dengan lapangan terbang di negara-negara maju. Dia ingin Indonesia memiliki simbol-simbol kewibawaan yang dapat melambungkan citra Indonesia dalam pergaulan internasional.

Pelabuhan Udara Kemayoran, bandar udara internasional pertama milik Indonesia, kala itu masih berada di bawah pengelolaan Jawatan Penerbangan Sipil. Jawatan ini merupakan cikal bakal Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dibentuk pada 1952, Jawatan Penerbangan Sipil berada di bawah Kementerian Perhubungan Udara pimpinan Ir. Djuanda.

Jawatan Penerbangan Sipil inilah yang melanjutkan estafet pengelolaan Bandar Udara Kemayoran dari Garuda Indonesia Airways (GIA) yang telah mengelolanya lebih dulu sejak 1950. GIA kemudian berfokus pada penyelenggaraan usaha maskapai penerbangan milik Indonesia dan pengembangan armada.

Pada kurun ini, cukup banyak yang telah dilakukan Jawatan Penerbangan Sipil untuk mengembangkan bandar udara di Indonesia. Dalam Laporan Pelaksanaan Rentjana Pembangunan Lima Tahun 1956-1960 yang dirilis oleh Biro Perantjang Negara (kini Bappenas), disebutkan selama kurun 1956 hingga 1958 Jawatan Penerbangan Sipil diprioritaskan untuk mengadakan pembangunan landasan lapangan-lapangan terbang dan hanggar-hanggar.

Selain itu, Jawatan Penerbangan Sipil juga diamanatkan untuk melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang lapangan terbang seperti alat-alat pemadam api, diesel dan alat-alat listrik, alat-alat perhubungan radio dan pengawasan keamanan lalu lintas udara, serta membeli alat-alat latihan guna keperluan Akademi Penerbangan Indonesia.

Pada 1956, misalnya. Jawatan Penerbangan Sipil melakukan proyek perbaikan landasan lapangan terbang di Surabaya dan perbaikan landasan dan listrik di lapangan terbang Pangkal Pinang.

Pada 1957, Jawatan Penerbangan Sipil kemudian membangun jalan penghubung dari platform ke landasan di Bandar Udara Polonia, Medan.

Kemudian pada 1958, di Bandar Udara Kemayoran, Jawatan Penerbangan Sipil melakukan perluasan over run dan platform Bandar Udara Kemayoran, serta perluasan gedung radio DME Kemayoran.

Kemayoran, sebagaimana tertulis dalam dokumen tersebut, menjadi prioritas pertama dalam program-program kerja Jawatan Penerbangan Sipil. Satu sisi hal ini disebabkan banyaknya pembangunan-pembangunan di daerah-daerah tidak dapat terlaksana lantaran terjadi pergolakan di daerah-daerah yang bersangkutan.

Pada sisi lain, Kemayoran pada saat itu benar-benar diharapkan mampu melayani kebutuhan hubungan lalu lintas udara internasional yang terus meningkat pesat.

Mimpi Soekarno agar Indonesia memiliki bandar udara internasional yang tak kalah dengan bandar udara di negara-negara maju disambut dengan kerja serius.

Setahun setelah Soekarno mengutarakan mimpi tersebut, pada 15 November 1962 Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara (PN) Angkasa Pura “Kemayoran”.

Dalam PP tersebut ditegaskan, PN Angkasa Pura “Kemayoran” memiliki tugas utama untuk mengusahakan pelabuhan udara Kemayoran di Jakarta dalam arti kata yang seluas-luasnya. Pada saat pendiriannya, PN Angkasa Pura “Kemayoran” memiliki modal sebesar Rp15 juta.

Namun, tentu saja, diterbitkannya PP mengenai pendirian PN Angkasa Pura “Kemayoran” tidak serta merta menjadikan perusahaan ini segera siap menjalani tugasnya di Pelabuhan Udara Kemayoran. Dibutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk melakukan transisi pengelolaan dari Jawatan Penerbangan Sipil ke PN Angkasa Pura “Kemayoran”

Masa transisi ini dinakhodai oleh Tim Formatur yang dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Menteri Perhubungan Udara Kolonel Udara R. Iskandar.

Setelah melalui masa transisi selama dua tahun, pada 20 Februari 1964 PN Angkasa pura “Kemayoran” resmi mengambil alih secara penuh aset dan operasional Pelabuhan Udara Kemayoran di Jakarta dari Kementerian Perhubungan Udara.

Semua unit operasional dan aset yang tersebar di Pelabuhan Udara Kemayoran, Pulau Nyamuk, Pulau Edam, Jalan Jakarta, Gang Tengah, dan Rawa Kerbau dialihkan dari Jawatan Penerbangan Sipil ke PN Angkasa Pura “Kemayoran”.

Demikian pula dengan kebutuhan sumber daya manusia. Pegawai-pegawai Jawatan Penerbangan Sipil, Direktorat Meteorologi dan Geofisika, serta pegawai Direktorat Pekerjaan Umum dan Tenaga dilebur dan atau diperbantukan ke PN Angkasa Pura “Kemayoran”.

Proses ini selesai pada 20 Februari 1964. Pada saat itulah PN Angkasa Pura “Kemayoran” baru bisa berjalan sempurna mengelola Pelabuhan Udara Kemayoran. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Angkasa Pura I.

Sumber: Perjalanan 55 Tahun PT Angkasa Pura I (Persero)

 

Kemayoran Bandar Udara Internasional Pertama Indonesia

Topik: #bandar udara #Jakarta #Kemayoran #sejarah