Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen yang bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan kecurangan dalam pelaksanaan kegiatan suatu organisasi sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai sebagaimana yang direncanakan.

Terkait dengan tugas dan fungsi kepemerintahan, pengawasan yang efektif akan mampu memberikan kontribusi dalam mendukung kelancaran tugas-tugas kepemerintahan sehingga memberikan dampak positif bagi pengelolaan pemerintahan yang baik dan bersih (good government and clean governance). Hasil dari pengawasan dapat berfungsi sebagai umpan balik bagi para pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan serta langkah-langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.

Secara umum, pelaksanaan pengawasan mengacu kepada teori-teori dan praktik-praktik ilmu management. Namun, ada pendekatan lain dalam melaksanakan pengawasan, yaitu pendekatan melalui agama.

Pengawasan dengan pendekatan agama (selanjutnya disingkat menjadi PPA) merupakan upaya penanaman nilai-nilai agama dengan sentuhan hati nurani sehingga mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan, merasa malu dan berdosa ketika melakukan penyimpangan dengan dilandasi kejujuran dan tanggung jawab.

Melalui PPA dapat memberikan kesadaran kepada para aparatur negara untuk melaksanakan tugasnya dengan mengacu kepada peraturan-peraturan perundangan-undangan yang berlaku; memiliki daya tangkal dan kontrol untuk membangun kejujuran, keterbukaan, keadilan, ketulusan serta tidak membuka ruang sedikit pun untuk melakukan perbuatan-perbuatan tercela, kecurangan (fraud), korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan lain-lain yang pada dasarnya diharamkan atau dilarang oleh setiap ajaran agama.

Implementasi Nilai-nilai dalam Pengawasan melalui Pendekatan Agama (PPA)

Pada dasarnya agama memberikan tuntunan bagi manusia untuk menerapkan nilai-nilai kehidupan yang luhur sebagai landasan spiritual, moral, dan etika dalam pelbagai aspek kehidupan. Agama sebagai sistem nilai harus dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, keluarga, dan masyarakat sehingga dapat menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengamalan nilai-nilai keagamaan mempunyai daya tangkal yang efektif terhadap kecenderungan perilaku menyimpang, mengumbar hawa nafsu, bertindak di luar batas kemanusiaan atau pun norma hukum yang berlaku, melakukan KKN serta perilaku negatif lainnya. Di samping itu, setiap agama mengajarkan untuk mengamalkan nilai-nilai kebaikan, kejujuran dan kerja keras dalam bekerja.

Atas dasar hal tersebut maka dalam mempraktikkan PPA dilaksanakan melalui pendekatan rasional, afektif, pembiasaan (habit forming), dan keteladanan. Pendekatan rasional dilakukan melalui penanaman nilai-nilai keagamaan yang berkaitan dengan pengertian dan hakikat pengawasan, dapat dilakukan dengan menggunakan pemikiran logis dan argumentatif yang dapat diterima akal sehat. Sedangkan pendekatan afektif dilakukan dengan penanaman nilai-nilai agama yang berkaitan dengan pengawasan dan menyentuh hati nurani. Melalui pendekatan ini diharapkan agar perilaku masyarakat selalu dalam keseimbangan antara pertimbangan akal sehat dengan penghayatan hati nurani sesuai dengan fitrah kemanusiaan.

Pendekatan pembiasaan dilakukan melalui upaya penanaman nilai-nilai agama dalam pengawasan melalui penanaman tata nilai positif yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, pendekatan keteladanan ditunjukkan melalui penanaman nilai-nilai agama dalam pengawasan melalui contoh atau teladan yang baik dari aparatur negara dan para tokoh terhadap masyarakat pada umumnya

Dengan mengacu pada pola pendekatan dalam mengimplementasikan PPA, dalam hal ini yang penting untuk digarisbawahi adalah pentingnya mempraktikkan nilai-nilai keagamaan dalam kaitannya dengan pengawasan. Prinsip pengawasan dalam agama pada dasarnya adalah upaya menjaga dan mengembalikan martabat manusia pada tempat terhormat sesuai dengan fitrahnya. Selain itu, ada pesan moral yang terkandung dalam implementasi PPA, yakni: hakikat hidup manusia, fitrah manusia, penegakan kebenaran, serta saling bernasihat dalam kebenaran dan kesabaran.

Dalam hal hakikat hidup manusia, agama mengajarkan bahwa manusia diciptakan semata-mata hanya untuk beribadah dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini ibadah dipahami dalam dua dimensi, yakni dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi vertikal berupa hubungan manusia dengan Tuhannya; serta dimensi horisontal berupa hubungan sesama manusia yang dilandasi dengan nilai agama.

Pesan moral dari hakikat hidup manusia untuk beribadah dan mengabdi tersebut, jika disadari dan dihayati secara utuh oleh para aparatur negara, niscaya akan mampu membentuk pribadi yang bersikap jujur dan mengendalikan diri untuk tidak melakukan penyimpangan dan kecurangan, karena perbuatan tersebut tidak terlepas dari pengawasan Tuhan. Ungkapan “Tuhan Tidak Tidur” adalah gambaran dari pesan moral tersebut.

Fitrah manusia ketika lahir pada hakikatnya dalam keadaan suci. Namun ketika menjalani kehidupannya, berbagai pengaruh dapat mengubah dan membentuk pribadi seseorang: bisa menjadi baik, atau bisa pula terjerumus dalam keburukan. Nilai ajaran agama pada dasarnya berperan sebagai tuntunan yang mengendalikan sikap dan perilaku manusia untuk memelihara fitrahnya yang suci itu.

Pengamalan ajaran agama yang konsisten dalam langkah perbuatan merupakan upaya pemberdayaan potensi fitrah manusia yang suci. Tentunya dalam hal ini pengejawantahan dari nilai-nilai keagamaan tidak hanya sekadar melaksanakan ritual keagamaan semata, namun harus direfleksikan pada pola sikap, tindakan, ucapan, perilaku kehidupan sehari-hari. Dan dalam hal ini, perbuatan-perbuatan yang bernuansa penyelewengan dan kecurangan jelas tidak sesuai dan bertentangan dengan fitrah manusia.

Pesan moral lainnya dari PPA adalah penegakan kebenaran

Pada dasarnya manusia memang memiliki kecenderungan untuk mengekspresikan diri secara bebas melakukan penyimpangan karena pengaruh hawa nafsunya yang liar. Untuk itu, pengendalian dan pengawasan dibutuhkan agar relasi antara individu dan sosial tetap dalam keseimbangan dan berada dalam koridor kebenaran. Penegakan kebenaran dengan demikian perlu ditanamkan kepada para aparat penyelenggara negara demi terciptanya ketertiban dalam melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan sesuai aturan yang berlaku. Baca Info Bimtek Pusdiklat Pemendagri.

Mengingat kelemahan manusia dalam mengendalikan hawa nafsu maka hubungan dengan sesama selayaknya bersemangatkan untuk saling mengajak kebaikan dan mencegah keburukan. Semangat tersebut diwujudkan dalam upaya pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan kecurangan, seperti penyalahgunaan wewenang, praktik-praktik KKN, ketidakpedulian terhadap penyimpangan dan perilaku buruk lainnya.

Pesan moral dari PPA berikutnya adalah saling bernasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Relasi antara sesama aparat negara dan masyarakat selayaknya dilandasi dengan semangat persaudaraan, saling memberi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Pola kemitraan dalam arti positif dapat dilaksanakan dalam melaksanakan praktik-praktik pengawasan.

Beberapa pesan moral yang terkandung dalam PPA tersebut perlu disebarluaskan sebagai bagian dari upaya pencegahan terjadinya penyelewengan dan kecurangan di lingkup kepemerintahan, sekaligus meningkatkan nilai-nilai spiritual dan moralitas di lingkungan aparatur negara.

Sumber: “Pengawasan dengan Pendekatan Agama”, Inspektorat Jenderal Departemen Agama, Jakarta, 2004.

 

Pengawasan melalui Pendekatan Agama (PPA)

Topik: #agama #pengawasan #sosial