Apakah yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada suatu bangsa? Ada yang meyakini secara sederhana bahwa faktor internal seperti masalah nasib dan kondisi fisik sebagai penyebab kemiskinan. Pendapat lain adalah, bahwa faktor eksternal seperti ketergantungan terhadap pihak lain serta berbagai kebijakan pemerintah yang tidak berimbang sebagai akar masalahnya.

Masalah kemiskinan bisa dikatakan sebagai masalah yang tiada henti mewarnai kehidupan bangsa Indonesia di masa kemerdekaan, bahkan pada masa penjajahan. Kesinambungan masalah kemiskinan dari masa ke masa ditandai oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan pada periode pemerintahan yang satu ke periode pemerintahan yang lain, dari presiden satu ke presiden yang lain.

Penanggulangan Kemiskinan Pada Orde Baru

Salah satu periode pemerintahan paling panjang dalam sejarah Indonesia adalah pemerintahan Orde Baru yang menjalankan strategi pembangunan berdasarkan trilogy: stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Pada periode pemerintah Orde Baru inilah dinamika penanggulangan kemiskinan sangat beragam.

Apa saja argumennya, memang tidak bisa disangka bahwa kebijakan pemerintah menjadi faktor utama di dalam mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk miskin di wilayahnya. Beberapa kebijakan pemerintah yang menyebabkan semakin banyaknya jumlah penduduk di Indonesia yang terpuruk dan menjadi miskin belakangan ini bisa diinvetarisasi sebagai berikut :

  1. Strategi pembangunan ekonomi yang mendorong industrialisasi menggantikan produk-produk impor (industrialisasi substitusi impor) pada kenyataannya tidak berjalan dengan baik, jika tidak mau dikatakan kurang berhasil,
  2. Kebijakan penyesuaian/kenaikan harga bahan bakar minyak pada gilirannya menyebabkan adanya peningkatan harga-harga umum (inflasi),
  3. Berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat distortif, saling tumpang tindih, dan tidak konsisten, hanya melahirkan dan melestarikan peningkatan ekonomi biaya tinggi (high cost economic) di berbagai bidang sektor.

Pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru pada dasarnya sudah melakukan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan semenjak dasawarsa 1970-an. Sekurang-kurangnya ada tiga corak usaha untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, yaitu pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, pendekatan pemberdayaan masyarakat, dan pendekatan berbasis hak.

Pendekatan pemenuhan dasar adalah upaya-upaya untuk menekankan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia untuk bisa hidup layak, antara lain diwujudkan berupa pemenuhan pangan, kesehatan dasar, air bersih dan sanitasi, pendidikan, serta tempat tinggal yang layak.

Aspek yang dianggap penting dalam pendekatan pemberdayaan masyarakat atau pendekatan pembangunan berbasis komunitas (community-based development approach), adalah adanya usaha untuk mengurangi kesenjangan sosial dengan meningkatkan kapabilitas sumber daya manusia, terutama pada kelompok-kelompok masyarakat yang merupakan penduduk miskin. Upaya upaya yang ditempuh di dalam pendekatan ini melalui pembangunan infrastruktur pedesaan, distribusi aset ekonomi dan modal usaha/kerja penguatan kelembagaan masyarakat.

Membahas masalah hakikat kemiskinan di Indonesia, khususnya era orde baru, juga dapat dilihat dari laporan statistik yang dikeluarkan pemerintah, yang terungkap bahwa pada tahun 1970 angka kemiskinan absolut tampaknya sudah berada pada titik yang memprihatinkan. Lebih parahnya lagi, bahwa daerah pedesaan menjadi sarang kemiskinan yang paling besar.

Atas dasar kondisi yang memprihatinkan tersebut, Presiden Soeharto yang memimpin pemerintahan orde baru mengambil berbagai langkah kebijakan dan tindakan untuk mencoba mengatasi dan memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia yang memang sudah parah saat itu. Untuk mengetahui berbagai langkah yang diambil oleh pemerintah orde baru tersebut, perlu diketahui pembabakan kebijakan orde baru serta faktor-faktor eksternal yang ikut mempengaruhinya.

Perekonomian Masa Orde Baru

Perjalanan perekonomian orde baru dalam kurun waktu 1966-1996, bisa dibagi kedalam tiga fase sebagai berikut: Fase Pertama; 1966-1973: stabilitas, rehabilitasi, liberalisasi parsial dan pemulihan ekonomi; Fase Kedua, 1974-1982: bom minyak, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan meningkatnya intervensi pemerintah; Fase ketiga, 19831996: periode setelah bom minyak, deregulasi, liberalisasi yang telah diperbaharui dan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh peningkatan ekspor yang cepat.

Pemerintah kemudian menjalankan tiga tahap program ekonomi yaitu: stabilisasi, rehabilitasi dan pembangunan. Ada empat program jangka pendek yang di jalankan pemerintah orde baru, yaitu menghentikan hiperinflasi dan mengupayakan stabilisasi ekonomi, mengurangi control atas sistem perdagangan luar negeri dan nilai tukar rupiah yang diistilahkan dengan decontrol, penjadwalan kembali (reschedule) hutang-hutang luar negeri dan mencari kembali hutang baru untuk memperbaiki posisi neraca pembayaran, serta pemerintah mengundang para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Di samping kebijakan ekonomi yang sudah mulai menunjukkan hasil, ternyata kita melihat ada faktor eksternal yang sangat berperan di sini. Ada kenaikan harga minyak dunia di tahun 1973-1974, dan ini kemudian berlanjut hingga ke tahun 1981. Bonanza minyak ini sudah pasti telah memberikan keuntungan tersendiri bagi Pemerintahan Soeharto. Tingginya porsi ekspor minyak bumi dan gas alam (migas) yang lebih dari 60 persen di pertengahan tahun 1970-an, menyebabkan Indonesia menjadi negara yang kaya secara mendadak saat itu karena pendapatan ekspor migas tersebut.

Selama pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP 1), 1970-1995, melalui berbagi sektor pembangunan, kita mencatat bahwa berbagai langkah dan kebijakan telah dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, walaupun kegiatan tidak menggunakan istilah kemiskinan, tapi misalnya muncul istilah pembangunan daerah rawan, rentan, kritis dan lain-lain.

Berdasarkan catatan, harus diakui, bahwa sejak tahun 1976 hingga 1996 jumlah kaum miskin di Indonesia telah turun sebesar 31,7 juta jiwa. Demikian juga dengan angka head count index, dalam periode waktu yang sama menunjukkan, persentase penduduk miskin telah turun dari 40,08 persen menjadi 11,34 persen dan penurunan absolut terbesar terjadi di wilayah pedesaan.

Keberhasilan pemerintahan orde baru dalam program pengentasan kemiskinan sudah diakui oleh berbagai lembaga termasuk lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Bahkan sebagai mana banyak dikatakan orang, turunnya angka kemiskinan absolut dan persentase penduduk miskin secara drastis merupakan mukjizat di era orde baru.

Nilai-nilai positif yang dihasilkan oleh rezim masa lalu, tidak ada salahnya pula, bila ingin digunakan di dalam mengimplementasikan kebijakan atau dijadikan sebagai masukan di dalam menyusun perencanaan kebijakan untuk menyerang atau mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada saat-saat sekarang ini.

Secara yuridis formal, penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah memang telah di tegaskan di dalam berbagai undang-undang yang berkaitan dengan otonomi darah. Jelas peranan pemerintah daerah akan semakin penting di dalam usaha mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Artinya, kebijakan pengentasan masyarakat dari kemiskinan yang telah berhasil diimplementasikan di era orde baru bisa saja diadopsi ke dalam penyusunan instrumen kebijakan pengentasan masyarakat dari kemiskinan di era reformasi ini, akan tetapi perlu penyesuaian-penyesuaian dengan situasi pemerintah yang mengarah pada desentralistik di era otonomi daerah ini.

Pustaka

Hari Susanto, Dinamika Penanggulangan Kemiskinan, Tinjauan Historis Era Orde Baru. 2006. Khanata, Pustaka LP3ES.

 

 

Kilas Balik – Penanggulangan Kemiskinan Masa Orde Baru

Topik: #kemiskinan #kilas balik #masyarakat