Pengertian Mitigasi Bencana adalah upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Penanganan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah dalam perlindungan rakyat, oleh karenanya rakyat mengharapkan pemerintah untuk melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.

Mitigasi bencana di Indonesia dilatarbelakangi oleh karena wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana alam serta berada di cincin api Pasifik (Pasific ring of fire) yang merupakan jalur rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik.

Di samping itu, jumlah penduduk yang besar dengan penyebaran yang tidak merata, pengaturan tata ruang yang belum tertib, masalah penyimpangan pemanfaatan kekayaan alam, serta permasalahan sosial lainnya yang sangat kompleks mengakibatkan wilayah Negara Indonesia menjadi wilayah yang memiliki potensi rawan bencana, baik bencana alam maupun ulah manusia, antara lain; gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah longsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan serta letusan gunung api.

Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan saat ini peristiwa bencana menjadi lebih sering terjadi dan silih berganti. Untuk itu diperlukan pedoman mitigasi bencana. Namun, penanganan bencana saat ini merupakan suatu pekerjaan terpadu yang melibatkan masyarakat secara aktif. Pendekatan yang terpadu semacam ini menuntut koordinasi yang lebih baik diantara semua pihak, baik dari sektor pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat, badan-badan internasional dan sebagainya.

Potensi Bencana Alam di Indonesia

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi, tsunami, banjir, letusan gunung api, tanah longsor, angin ribut, kebakaran hutan dan lahan, letusan gunung api.

Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard).

1. Potensi bahaya utama (main hazard potency)

Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana tanah longsor, peta potensi bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.

2. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard).

Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) ini sangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator di atas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.

Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah Indonesia dan perkotaan memiliki potensi bahaya yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.

Berbagai potensi bencana tersebut adalah sebagai berikut :

Bencana Banjir. Banjir baik yang berupa genangan atau banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia dan binatang. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi.

Bencana Tanah Longsor. Gerakan tanah atau tanah longsor merusakkan jalan, pipa dan kabel baik akibat gerakan di bawahnya atau karena penimbunan material hasil longsoran. Gerakan tanah yang berjalan lambat menyebabkan penggelembungan (tilting) dan 6 bangunan tidak dapat digunakan. Rekahan pada tanah menyebabkan pondasi bangunan terpisah dan menghancurkan utilitas lainnya di dalam tanah. Runtuhan lereng yang tiba-tiba dapat menyeret permukiman turun jauh dibawah lereng.

Bencana Letusan Gunung Api. Bahaya letusan gunung api dibagi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu bahaya utama (primer) dan bahaya ikutan (sekunder). Kedua jenis bahaya tersebut masing-masing mempunyai risiko merusak dan mematikan. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dari magma dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.

Bencana Gempa bumi. Gempa bumi adalah getaran partikel batuan atau goncangan pada kulit bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi secara tiba-tiba akibat aktivitas tektonik (gempa bumi tektonik) dan rekahan akibat naiknya fluida (magma, gas, uap dan lainnya) dari dalam bumi menuju ke permukaan, di sekitar gunung api, disebut gempa bumi gunung api/vulkanik.

Bencana Tsunami. Gelombang air laut yang membawa material baik berupa sisa-sisa bangunan, tumbuhan dan material lainnya menghempas segala sesuatu yang berdiri di dataran pantai dengan kekuatan yang dahsyat.

Bencana Kebakaran. Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam yang berupa cuaca yang kering serta faktor manusia yang berupa pembakaran baik sengaja maupun tidak sengaja. Kebakaran ini akan menimbulkan efek panas yang sangat tinggi sehingga akan meluas dengan cepat. Kerusakan yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan, jiwa dan harta benda.

Bencana Kekeringan. Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan baik langsung maupun tidak langsung. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan 9 tanah menjadi gundul yang pada saat musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir.

Bencana Angin Siklon Tropis. Tekanan dan hisapan dan tenaga angin meniup selama beberapa jam. Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan bangunan. Umumnya kerusakan dialami oleh bangunan dan bagian yang non struktural seperti atap, antena, papan reklame dan sebagainya.

Bencana Wabah Penyakit. Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat luas meliputi:

  1. Jumlah kesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat menyerang masyarakat dalam jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas negara bahkan lintas benua.
  2. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara tajam, khususnya wabah penyakit menular yang masih relative baru seperti Flu Burung dan SARS. 10
  3. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada merosotnya roda ekonomi. sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha perunggasan akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya travel warning dan beberapa Negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.

Pedoman Langkah Pelaksanaan Mitigasi Bencana

1. BENCANA BANJIR

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:

  1. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.
  2. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.
  3. Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
  4. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
  5. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan pembangunan bendungan/ waduk, reboisasi dan pembangunan sistem peresapan.
  6. Pengerukan sungai, pembuatan sodetan sungai baik secara saluran terbuka maupun dengan pipa atau terowongan dapat membantu mengurangi risiko banjir.
  7. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah pantai.
  8. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang untuk daerah teluk.
  9. Pembersihan sedimen.
  10. Pembangunan pembuatan saluran drainase.
  11. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
  12. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat).
  13. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
  14. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
  15. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).
  16. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat penyelamatan lainnya.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1  Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi. Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota, BMG, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Banjir, Peta Resiko Bencana, Peta Dasar
2 Pembangunan tembok penahan dan tanggul pada DAS dan pantai. Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana Induk Pengelolaan Wilayah Sungai dan DAS
3 Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai dengan saluran terbuka Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Peringatan dini, Master Plan Kab/Kota
4 Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang untuk daerah teluk . Kementrian Ristek, BPPT, LAPAN, LIPI, Dep. PU Rencana kedaruratan (contingency planning) dalam menghadapi banjir.
5 Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Daftar/Peta Geomedik.
6 Pelatihan Petugas dalam manajemen bencana, teknis medis, penunjang. Depkes, Depsos Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM Kesehatan dan lain-lain.
7 Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat penyelamatan lainnya Depsos, Depkes, Dep. PU, Basarnas Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM Kesehatan dan lain-lain.

 

2. BENCANA TANAH LONGSOR.

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana tanah longsor antara lain:

  1. Pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana.
  2. Menyarankan relokasi.
  3. Menyarankan pembangunan fondasi tiang pancang untuk menghindari bahaya liquefation.
  4. Menyarankan pembangunan fondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang tidak seragam (differential settlement).
  5. Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel.
  6. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
  7. Meningkatkan/memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air tanah.
  8. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
  9. Pembuatan terasering.
  10. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam.
  11. Pembuatan saluran khusus untuk aliran butir.
  12. Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
  13. Pengenalan daerah yang rawan Iongsor.
  14. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
  15. Hindarkan pembangunan di daerah yang rawan longsor.
  16. Mendirikan bangunan dengan fondasi yang kuat.
  17. Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan.
  18. Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng.
  19. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
  20. Penutupan rekahan-rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana. Dep. PU, BMG, Kementrian Ristek, Dep. ESDM, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Tanah Longsor, Peta Risiko Bencana.
2 Penghijauan dengan tanaman yang sistem pengakarannya terdapat di dalam Deptan dan Dephut, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana tanah longsor dan cara penanganannya
3 Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda) Dep PU, Kementerian Ristek, BPPT, LAPAN, LIPI, BMG, Departemen ESDM Teknologi terapan yang tepat dan berhasil guna untuk mencegah, mengurangi dampak bencana tanah longsor.
4 Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan Dep PU, Kementerian Ristek, BPPT, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana kedaruratan dalam menghadapi tanah longsor
5 Pembuatan terase dan penghijauan dengan menstabilkan lereng Dep. PU, Dephut, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana kedaruratan dalam menghadapi tanah longsor
6 Penutupan rekahan-rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah Dep. PU, Dephut, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Tanah Longsor, Peta Risiko Bencana.

 

3. BENCANA GUNUNG API

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gunung Api antara lain:

  1. Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau diluar dari kawasan rawan bencana.
  2. Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar
  3. Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
  4. Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api
  5. Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus, misalnya G. Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara) dsb.
  6. Membuat fasilitas jalan dan tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk memudahkan evakuasi
  7. Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah pengungsian.
  8. Meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko letusan gunung api di daerahnya.
  9. Mengidentifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data Dasar Gunung api Indonesia atau Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api).
  10. Tingkatkan kemampuan pemadaman api.
  11. Membuat tempat penampungan yang kuat dan tahan api untuk kondisi kedaruratan.
  12. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan).
  13. Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya faham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api (penyuluhan)
  14. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang diberikan oleh aparat/Pengamat Gunung api (penyuluhan).
  15. Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan aparat/Pengamat Gunung api.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau diluar dari kawasan rawan bencana Departemen ESDM, Dep PU, BMG, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Tanah Longsor, Peta Risiko Bencana.
2 Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar Dep PU, Dep ESDM, Pemda Prov, Kab/Kota, Rencana Tata Ruang Wilayah, standar bangunan tahan gempa
3 Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus Dep. PU, DepSos Pemda Prov, Kab/Kota Teknologi terapan yang tepat dan berhasil guna untuk mencegah, mengurangi dampak bencana gempa bumi
4 Membuat fasilitas jalan dan tempat pemukiman ke tempat pengungsian untuk memudahkan evakuasi Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana gempa bumi.
5 Menyediakan alat transportasi bagi penduduk bila ada perintah pengungsian Dep. PU, Dep.Sos, TNI, POLRI, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana kedaruratan dalam menghadapi gempa bumi.
6 Mengidentifikasi daerah bahaya (dapat dilihat pada Data Dasar Gunung api Indonesia atau Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api). Kementerian Ristek, BPPT, LAPAN, LIPI, BMG, Departemen ESDM, Pemda Prov, Kab/Kota Terciptanya komunikasi yang baik diantara stakeholders untuk menunjang keberhasilan Koordinasi Penanganan Bencana
7 Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan Rawan Bencana Gunung api (penyuluhan) DDN, Kementerian Ristek, BPPT, LAPAN, LIPI, BMG, Departemen ESDM, Pemda Prov, Kab/Kota Terciptanya komunikasi yang baik diantara stakeholders untuk menunjang keberhasilan Koordinasi Penanganan Bencana

 

4. BENCANA GEMPA BUMI.

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain :

  1. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.
  2. Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan.
  3. Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.
  4. Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
  5. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana.
  6. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.
  7. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.
  8. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.
  9. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi.
  10. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang aman dan stabil.
  11. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.
  12. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
  13. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggantian, dan peralatan perlindungan masyarakat lainnya.
  14. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/ gempa. Dep. PU, LIPI, Kementrian Ristek, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Gunung Api, Peta Risiko Bencana.
2 Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian di daerah rawan bencana DDN, Dep. PU, Dep. Sos, Pemda Prov, Kab/Kota Peringatan dini dan status aktivitas gunung api. Data kejadian letusan Gunung Api.
3 Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan Dep.ESDM, Kementerian Ristek, BPPT, LIPI, Pemda Prov, Kab/Kota Teknologi terapan yang tepat dan berhasil guna untuk mencegah, mengurangi dampak bencana letusan Gunung Api
4 Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi DDN, Dep ESDM, Kementrian Ristek, BPPT, LIPI, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana dan bangunan fasilitasi yang aman terhadap Kebakaran Pemukiman.
5 Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi Pemda Prov, Kab/Kota Standar design / konstruksi tahan api.
6 Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama Pemda Prov, Kab/Kota NSPM, pencegahan kebakaran.
7 Rencana kontingensi/ kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalam menghadapi gempa bumi Pemda Prov, Kab/Kota

 

5. BENCANA TSUNAMI

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

  1. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
  2. Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan bahaya tsunami.
  3. Pembangunan tsunami Early Warning System.
  4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko.
  5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami.
  6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghindari ketinggian tsunami.
  7. Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami, khususnya di Indonesia.
  8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
  9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya.
  10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda tsunami.
  11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
  12. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun radio, SATLAK PB dan lain-lain.
  13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami. DDN, Departemen ESDM, BMG, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan bencana, Peta Risiko Bencana Tsunami.
2 Pembangunan tsunami Early Warning System. DDN, Telkom, PLN, Pertamina, PAM, Pemda Prov, Kab/Kota Renacana bangunan fasilitas yang aman terhadap Tsunami.
3 Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko. Dep. PU, Dep. Hub (Perhubungan Laut), Dep.Kelautan dan Perikanan, Pemda Prov, Kab/Kota Bangunan Pemecahan Ombak, penahan gelombang.
4 Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghindari ketinggian tsunami. Dep. PU, Dep. Sos, Pemda Prov, Kab/Kota Teknologi terapan yang tepat dan berhasil guna untuk mencegah, mengurangi dampak bencana Tsunami
5 Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya BMG, Ristek, BPPT, Pemda Prov, Kab/Kota Terciptanya sistem informasi dan komunikasi yang baik diantara stakeholders untuk menunjang keberhasilan Koordinasi Penanganan Bencana.
6 Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda tsunami. Dept. Kes, BMG, Pemda Prov, Kab/Kota Sarana Kesehatan yang berfungsi adalah Yankes.
7 Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang  Kepala Desa, Polisi, Stasiun radio, SATLAK PB dan lain-lain BMG, Ristek, LAPAN, Pemda Prov, Kab/Kota Terciptanya sistem informasi dan komunikasi yang baik diantara stakeholders untuk menunjang keberhasilan Koordinasi Penanganan Bencana.

 

6. BENCANA KEBAKARAN

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

  1. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran.
  2. Peningkatan penegakan hukum.
  3. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini.
  4. Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api.
  5. Pembuatan barrier penghalang api terutama antara lahan perkebunan dengan hutan.
  6. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
  7. Pembakaran lahan bisa dilakukan jika selalu dalam pengawasan dan segera dimatikan jika sudah terlalu besar.
  8. Hindarkan pembakaran lahan secara serentak sehingga membakar wilayah yang luas yang akan berpotensi menjadi kebakaran yang tak terkendali.
  9. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas.
  10. Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat.
  11. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen.
  12. Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Pembuatan dan Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran DDN, Dep. PU, Dephut, Pemda Prov, Kab.Kota Peta Risiko Bencana.
2 Peningkatan penegakan hukum Pemda Prov, Kab.Kota Peraturan dan pelaksanaan sertifikasi yang lebih baik.
3 Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini  Pemda Prov, Kab/Kota
4 Pembuatan wadukwaduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api Dep. PU, Pemda Prov, Kab.Kota Peraturan dan pelaksanaan sertifikasi yang lebih baik.
5 Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya. Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana kebakaran dan cara penanganannya

 

7. BENCANA KEKERINGAN

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

  1. Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.
  2. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam, reboisasi.
  3. Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk menghindari penebangan hutan/tanaman.
  4. Pengenalan pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang bervariasi.
  5. Pendidikan dan pelatihan.
  6. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan lahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.
  7. Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan air, penghijauan secara swadaya.
  8. Mengurangi pemanfaatan kayu bakar.
  9. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan konservasi air.
  10. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air di wilayahnya.
  11. Mengembangkan industri alternatif non pertanian.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien Dep PU, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Rawan Kekeringan, Peta Risiko Bencana.
2 Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam, reboisasi Dep. PU, Dephut, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota Review Master Plan, UU SDA
3 Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan air, penghijauan secara swadaya. Dep. PU, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota, Dephut, Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana banjir dan cara penanganannya. Dep. PU, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota, Dephut, Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana banjir dan cara penanganannya.
4 Meningkatkan/memperba iki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi Deptan, LAPAN, BMG, Dephut, Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Teknologi terapan yang tepat dan berhasil guna untuk mencegah, mengurangi dampak kekeringan.

 

8. BENCANA ANGIN SIKLON TROPIS

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

  1. Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
  2. Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan.
  3. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan.
  4. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin
  5. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin topan.
  6. Pembangunan rumah yang tahan angin.
  7. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain di sekitarnya.
  8. Meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri.
  9. Pengamanan barang-barang disekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat sehingga tidak diterbangkan angin.
  10. Mensosialisasikan kepada nelayan agar supaya menambatkan atau mengikat kuat kapal-kapalnya.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. Dep. PU, BMG, Pemda Prov, Kab/Kota Peta Risiko Bencana.
2 Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan. Dep. PU, Kemnterian Ristek, BPPT, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana dan bangunan fasilitasi yang aman terhadap Angin Topan
3 Meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi angin topan, mengetahui bagaimana cara penyelamatan diri BMG, Dep. PU, LAPAN, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana.
4 Pengamanan / perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya BMG, LAPAN, Pemda Prov, Kab/Kota Rencana kedaruratan dalam menghadapi Badai Angin.

 

9. BENCANA WABAH PENYAKIT

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:

  1. Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan.
  2. Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi.
  3. Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
  4. Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua jajaran.
  5. Pengendalian faktor risiko.
  6. Deteksi secara dini.
  7. Respon cepat.

Contoh Koordinasi Mitigasi Bencana

No LANGKAH PENANGANAN INSTANSI YANG BERTANGGUNG JAWAB RUJUKAN
1 Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan Depkes, DDN, Dep. PU, Deptan, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana wabah penyakit dan penanganannya.
2 Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional Depkes, DDN, Dep. PU, Deptan, DepHub, DepKominfo, TNI, POLRI, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana wabah penyakit dan penanganannya.
3 Respon cepat. TNI, POLRI, DepKes, DDN, Dep. PU, Pemda Prov, Kab/Kota Kesadaran masyarakat akan kemungkinan bencana wabah penyakit dan penanganannya.

 

Catatan: Pedoman Umum Mitigasi Bencana dapat berubah atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Topik: #alam #bencana #lingkungan #referensi