Seyogyanya, Hari Raya Nyepi untuk dihayati, bukan untuk dinikmati. Nyepi tak cuma Hari Besar, Hari Suci dan sebagai tempat umat berkaca dalam Samadi, tapi saat yang maha penting untuk melakukan kilas balik, agar manusia bisa mematut dandanan kembali. Maka sungguh sayang Hari Suci ini dimeriahkan dengan makan sepuas hati sepanjang hari. Sungguh keliru kalau diisi dengan kemeriahan main domino atau maceki.

Rangkaian Hari Raya Nyepi

Hari Raya Nyepi diawali upacara melasti ke laut, beberapa hari menjelang Nyepi. Selain sebagai wujud terima kasih kepada Sang Hyang Baruna dewa penguasa laut, yang telah menganugerahkan air suci kehidupan, upacara melasti juga mempunyai makna pembersihan Bhuwana Agung (alam semesta) dan Bhuwana Alit (diri manusia sendiri).

Laut merupakan simbol pembersihan keletehan (segala kotoran). Lewat ritual melasti ini umat Hindu membersihkan segala kotoran, baik yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan, maupun perbuatan seluruh warga masyarakat yang telah dibutakan mata hatinya oleh nafsu indriawi.

Setelah melasti, dilaksanakan upacara Tawur Agung Kesanga. Upacara ini merupakan simbolis usaha manusia untuk mengembalikan keseimbangan dan keharmonisan alam semesta beserta isinya. Prosesi upacara ini dilakukan di tingkat rumah tangga, desa adat sampai ke tingkat propinsi dan tingkatan upacaranya pun berbeda sesuai tingkat wilayahnya.

Pada sandyakala (senja hari) dilaksanakan upacara Ngrupuk yaitu mengelilingi pekarangan rumah tiga kalidengan membawa obor terbuat dari daun kelapa tua yang dibakar serta membunyikan kentongan atau apa saja yang dapat mengeluarkan suara riuh/gaduh dan sudut-sudut pekarangan rumah disimbuh (disemburi) dengan mesui (rempah-rempah yang dikunyah) serta diolesi bawang merah.

Hal ini bertujuan untuk menetralkan kekuatan alam, sehingga seluruh penghuni rumah bisa hidup tenang dan damai. Bagaimana dengan Sejarah Dan Makna Perayaan Natal

Selanjutnya di tingkat wilayah desa pekraman/desa adat, sekaa teruna (organisasi para pemuda) mengarak keliling desa Ogoh-ogoh yang berwajah seram, sebagai wujud dari Bhuta Kala, yang diiringi dengan tabuh balaganjur.

Gegap gempita pawai ogoh-ogoh ini bermakna untuk nyomya/mengembalikan para bhuta kala ke wujud dan hakekat sejatinya, bahwa bhuta kala kembali menjadi dewa, kegelapan beralih menjadi kecemerlangan dan keramaian kembali ke sejatinya yang hening-sepi, sehingga para bhuta kala tidak lagi mengganggu kehidupan manusia.

Makna yang sangat esensial dalam upacara Ngrupuk ini adalah umat manusia dituntun agar mampu mengendalikan sifat-sifat keraksasaannya yang melekat pada dirinya sendiri.

Jadi upacara Tawur Agung Kesanga ini bukan semata- mata pentradisian ritual, namun mempunyai hakikat yang sangat mulia yaitu sebagai pembuka pintu kesadaran yang maha dalam dan tidak tersentuh aspek material. Sebab itu betapa pentingnya manusia melakukan renungan agar tercapai keseimbangan dan keselarasan sekala dan niskala.

Usai keriuhan/kegaduhan pelaksanaan upacara Tawur Agung Kesanga di hari Ngrupuk, keesokan harinya Bali pun seakan betul-betul mati. Seluruh kegiatan fisik dihentikan total. Alam lenggang. Jagat agung seakan betul-betul padam. Kebutuhan akan nikmat indria dilebur ke dalam sunyi-sepi.

Hari Raya Nyepi Menyambut Tahun Baru Saka

Dalam menyambut Tahun Baru Saka yang diperingati dengan Nyepi, umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu: Amati Geni (tidak menyalakan api), AmatiKarya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan).

Suasana pun menjadi begitu hening dan udara bebas polusi. Bali menjadi pulau steril dari segala macam polusi, karena semua pelabuhan sebagai pintu keluar dan masuk Bali baik laut maupun Bandara ditutup total selama 24 jam. Suasana hening-sepi seperti ini hanya ada di pulau Bali, tidak ada di belahan dunia mana pun.

  • Amati Geni (tidak menyalakan api) pada hakekatnya merupakan tuntunan bagi umat untuk mengheningkan perasaan dengan mengendalikan api nafsu indria termasuk tidak berbicara, tidak makan dan minum (puasa) sehari penuh.
  • Amati Karya (tidak bekerja atau tidak melakukan aktivitas) pada hakekatnya merupakan tuntunan untuk mulatsarira (introspeksi diri), merenungkan sepak terjang selama ini. Setiap orang mesti mampu memilah atau menentukan baik buruknya suatu perbuatan.
  • Amati Lelungan (tidak bepergian) dan Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan) pada hakikatnya sama yakni menyadarkan umat manusia agar tidak mudah tergoda dengan gaya hidup hura-hura, boros, iri hati, dan suka berpuas diri patut dihindari.

Mengenal Jati Diri Melalui Perayaan Hari Raya Nyepi

Dalam kaitan religius-spiritual, Nyepi menjadi suatu tahapan proses untuk mencapai pembebasan pengaruh duniawi guna mencapai penyatuan dengan Sang Pencipta. Maka berbahagialah mereka yang bisa melaksanakan Catur Brata Penyepian di hari suci Nyepi, karena dengan demikian mereka berhasil memanfaatkan satu titik dari perjalanan hidup dalam setahun untuk melakukan kilas balik sebagai satu upaya mengenal jati dirinya sendiri.

Sehari setelah Nyepi, diistilahkan Ngembak Geni, membuka api suci diri yang baru dan lebih cerah dan cemerlang.  Sebagai manusia biasa sudah tentu tidak luput dari kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja, dan momen ini sangat tepat untuk saling maaf memaafkan.

Demikianlah Nyepi, jadi merupakan pengosongan diri yang sudah penuh dan letih selama setahun oleh berbagai rutinitas aktivitas, kepentingan, pikiran, ambisi, mungkin juga dendam, iri hati, benci dan seterusnya. Dengan pengosongan itu maka Nyepi adalah satu momentum penyiapan diri untuk menjadi pribadi yang lebih jernih, cemerlang dan berpencerahan sehingga menjadi lebih kreatif dan produktif.

 

Ditulis Oleh: I Gusti Ngurah Winata

 

Makna Perayaan Hari Raya Nyepi

Topik: #agama #budaya #Hindu #perayaan