Seorang laki-laki berusia 38 tahun mengidap hipertensi sejak tahun 2008. Pada tahun 2010 pasien terdiagnosa sebagai penderita diabetes mellitus. Dua tahun yang lalu atau tujuh tahun setelah menderita hipertensi, pasien mulai mengalami penurunan fungsi ginjal. Beberapa kali masuk rumah sakit karena hipertensi dan diabetesnya tidak terkontrol dengan baik. Pada tanggal 25 Oktober 2017, ia meninggal dunia akibat komplikasi gagal ginjal.

Gagal ginjal kronik atau disebut Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau awam menyebutnya gagal ginjal, prevalensinya cukup tinggi di dunia. Satu di antara sepuluh penduduk dunia, menderita PGK. Berdasarkan laporan Indonesian Renal Registry 2014, sebanyak 56% pasien End Stage Renal Disease (ERSD)/gagal ginjal kronik/PGK tergolong usia muda, yaitu di bawah 55 tahun. Insiden tahunan sebanyak 35 ribu kasus cuci darah.

Gagal Ginjal Kronik Di Usia Muda

Hipertensi dan diabetes melitus merupakan dua pemicu utama dari 2/3 kasus PGK di dunia. Penyebab lainnya adalah glomerulonephritis(kerusakan pada penyaring/filter ginjal) yang terjadi kronis, obstruksi saluran kencing kronis, infeksi saluran kencing kronis, obat (khususnya analgasik), penyakit ginjal polikistik (umumnya karena keturunan), tuberculosis (TBC), gagal ginjal akut yang tidak tertangani dengan baik, dan fibrosis retroperitoneal. Selain itu, obesitas dan merokok juga disebutkan sebagai faktor risiko terjadinya penurunan fungsi ginjal.

Sebanyak 37% PGK terjadi karena hipertensi, dan 27% dipicu oleh diabetes. Banyak berkembang anggapan di masyarakat bahwa PGK/gagal ginjal disebabkan karena terlalu banyak konsumsi obat hipertensi atau diabetes, sehingga banyak penderita hipertensi dan diabetes enggan minum obat secara teratur.

Padahal, justru dengan teratur minum obat maka komplikasi gagal gainjal dapat dicegah. Hipertensi dan diabetes mellitus yang tidak terkontrol, menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal dan pada akhirnya penderita akan jatuh pada kondisi gagal ginjal.

Gagal ginjal bersifat progresif dan tidak dapat disembuhkan. Jika fungsi ginjal kurang dari 15%, organ tersebut sulit mengeluarkan zat-zat racun dari dalam tubuh, seperti kreatinin dan ureum atau amoniak (yang mengandung nitrogen cukup tinggi), sehingga tubuh akan keracunan.

Deteksi Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

Bagaimana mendeteksi gagal ginjal kronik? PGK pada fase awal tidak bergejala. Deteksi dini PGK adalah dengan pemeriksaan urin untuk mengetahui keberadaan protein dalam urin. Lalu, pemeriksaan darah untuk melihat kadar ureum dan kreatinin. Gejala lain yang agak umum, antara lain nafsu makan menurun, sering mual dan muntah, mulut berbau ammonia/pesing, pusing, berkunang-kunang, dan lemas. Bisa juga terjadi kejang, bengkak pada wajah dan anggota badan, atau kencing hanya sedikit, bahkan tidak bisa kencing.

Proteinuria (ditemukan protein dalam urin) merupakan tanda awal dan utama adanya kerusakan pada ginjal. Keadaan ini merupakan faktor risiko percepatan hilangnya fungsi ginjal. Pengobatan gagal ginjal yang saat ini tersedia, antara lain hemodialisa (HD), continuous ambulatory peritoneal dyalisis (CAPD) atau transplantasi ginjal. Pengobatan dengan HD atau CAPD harus dilakukan terus menerus untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah hilang.

Oleh karenanya, sebelum terkena PGK, upaya pencegahan perlu dilakukan. Jika pun sudah terkena PGK, pasien dapat melakukan upaya perlambatan perburukan.

Tindakan pencegahan atau menahan perburukan adalah dengan gaya hidup sehat, olahraga sesuai kondisi tubuh, kontrol gula darah dengan baik, pantau tekanan darah, menjaga berat badan dan cukup minum air putih (jika sudah menderita PGK, minum air putih tidak boleh terlalu banyak, secukupnya saja agar beban ginjal tidak terlalu berat). Hal lain yang juga penting diingat adalah hindari minum obat sembarangan terutama obat-obatan penghilang sakit, dan rajin periksa fungsi ginjal secara berkala.

 

Terjadinya Gagal Ginjal Di Usia Muda – Biomedik

Topik: #ginjal #kesehatan #penyakit